Hari kamis tanggal 23
januari 2014 sekitar pukul 20.00 WITA diadakan agenda rutin yasinan dan
tausiyah di secretariat HMI Cabang Samarinda. Namun sangat disayangkan terpaksa
dibatalkan karena tidak adanya undangan yang datang. Jadi agenda tersebut dirubah menjadi
diskusi-diskusi ringan ala anggota HMI.
Pola diskusi yang sering
digunakan oleh anak-anak HMI adalah pola random. Jadi topik yang dibicarakan
bisa mendadak berganti walaupun topik itu belum selesai dibahas. Pada mulanya
membahas tentang politik, terus tentang kemajuan organisasi, gosip,
sampai-sampai ada yang menguji hafalan Al-Qur’an. Yah, itulah anak-anak HMI,
semua bisa jadi benar tergantung bagaimana dia bisa merasionalisasikan sesuatu
itu.
Seorang teman coba
melemparkan sebuah pertanyaan yang dia dapat dari adiknya, katanya dia tidak
bisa menjawab. Sebuah pertanyaan yang sederhana tapi sangat mendasar. Lebih
dulu mana antara “Ada” dan “Tuhan”? kalau “Ada” lebih dulu dari “Tuhan” maka
lebih baik kata-kata “Tuhan” yang ada di dalam Al-Qur’an diganti saja dengan
kata “Ada”.
Seketika setelah mendengar
pertanyaan itu saya langsung teringat dengan pertanyaan “lebih duluan mana
antara telur dan ayam?”. Mau ketawa takut hilang konsentrasi. Tapi ekspresi
mukanya sangat serius ketika menyampaikan pertanyaan tersebut, tentunya harus
memposisikan diri untuk serius juga (menghargai. Hehe).
Memang wajar kalau orang
setelah mengikuti Basic Training di HMI sebagian besar pasti akan mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak seperti biasanya, pertanyaan yang tidak
terduga, terkesan aneh, jarang terdengar atau bahkan baru dia yang memikirkan
itu. Memang reaksi seperti itulah yang diharapkan HMI untuk kader-kadernya yang
baru. Mampu berpikir kritis.
Ketika mengikuti Basic
Training calon kader HMI diajarkan bagaimana cara berpikir yang benar. Adanya
materi filsafat akan menggugah cara berpikir peserta training sehingga ketika
berpikir tidak asal-asalan namun harus mempunyai landasan yang kuat. Tapi tidak
jarang ditemukan adanya kader yang kelewat batas dalam memahaminya, ketika
setelah selesai mengikuti training timbul perasaan paling hebat.
Ditambah lagi peserta
training diberikan materi tentang Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang dalam
kurun waktu belakangan ini hanya sempat tersampaikan BAB tentang “Dasar-Dasar
Kepercayaan”. Dalam BAB ini banyak mengupas tentang bagaimana manusia itu
mempunyai kepercayaan, selanjutnya tentang bagaimana kebenaran suatu
kepercayaan. Disini akan banyak membahas tentang Tuhan. Ketika membahas tentang
Tuhan ini tidak tanggung-tanggung, sampai-sampai ada bahasan tentang
perbandingan agama.
Dalam pembahasan tentang
agama ini, peserta training mau tidak mau akan tergugah hati dan pikirannya
karena pembahasannya akan bersinggungan langsung dengan kepercayaan yang selama
ini dianut dan dipertahankan. Setiap peserta pasti akan mempertahankan bahwa
agama Islam lah yang paling benar dan agama yang lain itu salah. Yang menjadi
kelemahan peserta adalah ketidak-mampuannya menjelaskan tentang kebenaran agama
Islam yang dianut. Wajar saja tidak mampu menjelaskan, Islamnya kebanyakan di
KTP doank.
Walaupun hanya tentang
“Dasar-Dasar Kepercayaan” yang sempat tersampaikan paling tidak bisa membuat
kader HMI yang baru mampu untuk memberikan penjelasan dengan rasional tentang
agama yang telah dianut selama ini yaitu Islam, minimal telah paham dengan
bagaimana sebuah agama itu bisa dikatakan benar.
Kembali ke pertanyaan
diatas, Lebih dulu mana antara “Ada” dan “Tuhan”? Kalau diperhatikan pertanyaan
ini bisa menjadi jebakan jika kita memilih salah satu diantaranya. Jika kita
memilih “Ada” yang lebih dulu maka otomatis “Tuhan” belakangan dan tentunya
akan muncul anggapan bahwa “Tuhan” lebih lemah disbanding “Ada”. Begitu pula sebaliknya
jika kita memilih “Tuhan” yang lebih dulu maka “Ada” diposisi belakangan dan
pasti juga akan memunculkan anggapan bahwa berasal dari ketiadaan. Sedangkan
yang kita fahami dalam ajaran Islam bahwa Tuhan (Allah) itu adalah yang awal
dan yang akhir.
Tentunya ketika kita
mendahulukan salah satu antara “Ada” dan “Tuhan” maka akan berdampak pada
kepercayaan kita tentang Tuhan. Bisa jadi kita tidak yakin lagi tentang
kekuasaan Tuhan dan malah menganggap Tuhan itu lemah. Sebelum pertanyaan itu
dijawab, coba kita kritisi dulu pertanyaan yang aneh ini. kenapa harus ada yang
lebih dulu antara “Ada” dan “Tuhan”? Apakah “Ada” dan “Tuhan” itu mempunyai
perbedaan? Dimananya?
Coba kita telaah terlebih
dahulu pengertian dari kedua kata “Ada” dan “Tuhan” setelah itu baru kita
bandingkan. “Ada” merupakan sebuah kata yang menunjukkan hadirnya sesuatu.
Sedangkan “Tuhan” merupakan sebuah kata yang menunjukkan kepada suatu realitas
tertinggi, sesuatu yang mampu menciptakan segalanya, sesuatu yang maha kuasa,
sesuatu yang maha segala-galanya.
Ketika kita mau
membandingkan antara “Ada” dan “Tuhan”, maka hasilnya tak lebih hanya antara
“Sifat” dan “Subjek” dalam pelajaran bahasa. Jadi “Ada” itu merupakan sifat
dari “Tuhan”. Mungkin akan muncul kembali pertanyaan disini, bisakah sifat itu
terlepas atau dilepaskan oleh objek? Tentu saja bisa. Siapa bilang tidak.
Contohnya sederhana, manusia saja bisa melepaskan sifat malas. Maka sudah pasti
Tuhan juga bisa melepaskan sifatnya.
Makin ngawur lagi ini kalau
dilanjut. Berarti Tuhan bisa melepaskan sifat “Ada”? Nah, kalau Tuhan
melepaskan sifat “Ada” itu selesai sudah alam semesta ini. Seharusnya sih bisa,
jika itu terjadi maka Tuhan tidak ada. Hal yang seperti ini jika terus dilanjutkan
bisa mengakibatkan syirik nantinya karena kita akan terus mengkritisi Tuhan
sampai-sampai Tuhan terkesan sangat lemah dimata kita. Astaghfirullahal’azhim.
Jika kita belajar tentang
sifat 20 Tuhan maka ada yang namanya sifat wajib bagi Tuhan dan ada juga sifat
mustahil bagi Tuhan. Contohnya Tuhan mempunyai sifat Wujud (Ada) maka mustahil
Tuhan tidak ada. Tuhan bersifat Baqa (Kekal) maka mustahil Tuhan bersifat Fana
(Tidak Kekal). Dan seterusnya. Materi tentang sifat 20 ini akan kita dapatkan
ketika kita belajar ilmu Tasawuf. Materi ini diberikan agar kita mempunyai
landasan dalam berpikir tentang Tuhan. Punya prinsif dasar sehingga tidak
terjerumus kedalam jurang kesesatan karena berpikir tidak mempunyai aturan.
Ada sebuah pertanyaan yang
sepertinya menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai kelemahan. Kita tahu bahwa Tuhan
mempunyai sifat Maha Kuasa, berarti tentunya Dia bisa menciptakan Tuhan yang
lain? Tapi kok Dia tidak menciptakan Tuhan yang lain? Dia tetap saja sendiri.
Jika orang yang awam atau
baru pertama mendapatkan pertanyaan seperti diatas maka pasti akan kebingungan
dan mungkin bahkan akan membuat dia ragu dengan Tuhan. Oh, iya ya. Berarti Tuhan tidak mampu menciptakan Tuhan yang lain yang
sama seperti Dia. Katanya Maha Kuasa, bisa menciptakan segalanya tapi kok ada
yang tidak bisa diciptakannya? Sebuah respon yang wajar bagi orang yang
tidak mengetahui.
Tapi jika kita mau untuk
berpikir dengan menggunakan prinsif-prinsif yang benar maka sudah tentu kita
tidak akan berpikiran yang negatif, apalagi kepada Tuhan. Tuhan mempunyai sifat
Wahdaniyah (Maha Esa). Dari sifatnya ini Tuhan tidak menginginkan adanya
sesuatu yang bisa menandingi diriNya. Kalau Tuhan tidak menginginkan ada
sesuatu yang bisa menandingi diriNya, untuk apa Tuhan menciptakan Tuhan yang lain
yang sama seperti diriNya?
Kemudian kita juga tahu
bahwa Tuhan bersifat ‘Ilmu (Maha Mengetahui). Tentunya Tuhan sudah tahu kalau
di alam semesta ini ada dua kekuasaan maka alam menjadi tidak akan seimbang.
Anggap saja di alam semesta ini ada dua Tuhan, lalu yang satu ingin menurunkan
hujan dibumi, dan yang satunya tidak ingin menurunkan hujan, kira-kira apa yang
terjadi pada bumi? Mungkin bumi akan disiram dengan air hujan seperti semprotan
farfum. Turun sebentar, reda sebentar, turun lagi, reda lagi, begitu
seterusnya. Jadi ingat lagu Mbah Surip, banguuuunnn
tidur lagi. Hahaha. Jadi untuk apa menciptakan Tuhan yang lain kalau akan
mengakibatkan ketidak-seimbangan di alam semesta ini?
Tuhan juga mempunyai sifat
Iradat (Maha Berkehendak). Seperti yang tercantum didalam surah Yasin (36) ayat
82 yang artinya : Sesungguhnya urusan-Nya
apabila Dia Menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya Jadilah maka Jadilah sesuatu itu. Kalau Tuhan berkehendak yang pasti jadi
Tuhan yang sama dengan Dia, persis malah, kemampuannya juga bisa sama. Ya itu
kalau dia berkehendak. Kalau ternyata saat ini Tuhan tidak menciptakan Tuhan
yang sama seperti Dia bukan karena Dia tidak mampu, tetapi karena Dia tidak
berkehendak.
Seyogyanyalah kita selalu
menambah pengetahuan yang kita miliki agar tidak terjadi yang namanya
kesalah-fahaman karena kurangnya pengetahuan. Sehingga kita terhindar dari
kesesatan dan dosa syirik karena seringkali
kita beranggapan yang salah tentang Tuhan karena factor kurang
pengetahuan.
Marilah kita ulang kembali
syahadat kita, karena jangan-jangan seringnya kita berpikir tentang Tuhan
mengakibatkan lemahnya keimanan kita kepadaNya. Marilah kita selalu
meng-Esa-kan Dia.
Asyhadu
An-Lailaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.
( Aku
Bersaksi Bahwasanya Tiada Tuhan Selain Allah, Dan Aku Bersaksi Bahwasanya
Muhammad Adalah Utusan Allah )
Subhanallahu, tulisan yang sangat hebat. Terus semangat saudaraku :-)
ReplyDelete